Meraup Rupiah dari Arang Tempurung Kelapa

Sabtu, 05 Mar 2011 20:42:50 WIB | Oleh : Sumarwoto/ M Hari Atmoko


Berawal dari kepeduliannya terhadap lingkungan menjadikan nama Endeng Kusnanto dikenal oleh sejumlah pengusaha di Korea dan Yunani.

Hal ini disebabkan arang maupun briket tempurung kelapa buatannya berhasil menembus pasar di negara tersebut.

"Saya memulai usaha ini pada tahun 1992. Saat itu, saya bertemu dengan seorang dosen dan para mahasiswanya," kata Endeng Kusnanto, warga Desa Panulisan Timur, Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Sabtu (5/3).

Dalam pertemuan tersebut, mereka membicarakan masalah pemanfaatan limbah sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan.

Berangkat dari pembicaraan tersebut, Endeng pun tertarik untuk mencoba memanfaatkan limbah tempurung kelapa yang sering kali mengotori lingkungan.

"Pemanfaatan tempurung kelapa ini juga dapat meningkatkan nilai jual kelapa itu sendiri," katanya.

Menurut dia, tempurung yang dijadikan arang ini memiliki dua fungsi, yakni sebagai karbon aktif dan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan bau menyengat.

Dalam hal ini, kata dia, karbon aktif merupakan arang yang telah diaktifkan melalui proses tertentu sehingga mempunyai daya serap terhadap racun dan limbah.

Di sejumlah negara, karbon aktif biasa digunakan untuk industri farmasi, menetralisasi air limbah yang akan dibuang, dan penjernih dalam industri air mineral.

Endeng mengatakan, negara Korea hingga saat ini rutin mengimpor karbon aktif dari arang tempurung kelapa buatannya.

"Alhamdulillah, pesanan dari Korea rutin dilakukan. Bulan ini saja, kami harus mengirimkan tiga kontainer untuk tiga 'buyer' (pembeli, red.)," katanya.

Menurut dia, nilai ekspor arang tempurung kelapa tersebut mencapai Rp200 juta lebih karena dalam satu kontainer berisi 26 ton dengan harga Rp2.600 per kilogram.

Ia mengatakan, arang tempurung kelapa yang diekspor ini terlebih dulu digiling menjadi butiran kecil berukuran sekitar satu centimeter persegi.

Sementara dari limbah atau sisa penggilingan arang tempurung kelapa tersebut, kata dia, selanjutnya dibuat menjadi bahan bakar alternatif berupa briket.

"Briket arang tempurung kelapa ini berbeda dengan briket batu bara yang menimbulkan bau sulfur kalau dibakar. Briket arang tempurung kelapa ini tidak menimbulkan bau menyengat jika dibakar," katanya.

Menurut dia, briket arang tempurung kelapa ini untuk sementara masih dipasarkan di pasar lokal melalui perwakilan pemasaran di Cirebon dan Yogyakarta di samping memasok kebutuhan bahan bakar di salah satu pabrik pengolahan teh.

Kendati demikian, dia mengaku, pernah melakukan ekspor briket tempurung kelapa ke Yunani pada tahun 2005 sebanyak dua kontainer dengan nilai hingga Rp125 juta.

"Pabrik teh memanfaatkan briket ini sebagai pengganti kayu bakar sehingga diharapkan dapat mengurangi pembalakan liar. Selain itu, abu hasil pembakaran briket ini juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk karena terbuat dari bahan alami," katanya.

Dia mengakui adanya kelemahan dari penggunaan briket sebagai bahan bakar sehingga kurang diminati untuk keperluan rumah tangga meskipun harganya relatif lebih murah dibanding minyak tanah.

"Dulu sewaktu harga minyak tanah masih Rp3.000 per liter, efisiensinya sama dengan briket yang harganya hingga sekarang masih Rp3.000 per kilogram. Oleh karena panasnya yang tahan lama dan sulit dimatikan, hingga sekarang masih jarang rumah tangga yang memanfaatkannya sebagai bahan bakar," katanya.

Meskipun demikian, dia mengaku optimistis suatu saat masyarakat akan memanfaatkan briket arang tempurung kelapa yang ramah lingkungan ini sebagai bahan bakar alternatif.

"Saat ini yang banyak memanfaatkan briket arang tempurung kelapa ini masih sebatas rumah makan dan industri. Mungkin suatu saat masyarakat akan menyadari bahwa briket arang tempurung kelapa ini ramah lingkungan sehingga mereka akan memanfaatkannya," kata Endeng.

Disinggung mengenai bahan baku berupa tempurung kelapa, dia mengatakan, hingga saat ini sebagian besar berasal dari wilayah Priangan Timur (Jawa Barat bagian timur, red.) dan sisanya dari beberapa daerah di Kabupayen Cilacap.

"Oleh karena itu, saat diminta menjadi pembicara dalam seminar yang diselenggarakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cilacap beberapa waktu lalu, saya meminta kepada 10 kelompok petani kelapa yang mengikuti acara tersebut untuk terus mengembangkan budi daya kelapa," katanya.


Proses Pembuatan

Lebih lanjut mengenai proses pembuatan briket arang tempurung kelapa ini, koordinator produksi, Omon Rochman mengatakan, limbah arang tempurung kelapa yang telah dihaluskan ini diaduk dalam mesin "molen" (pengaduk, red.) untuk dicampur dengan lem.

"Kami menggunakan lem yang terbuat dari tepung tapioka. Jadi bahan baku pembuatan briket ini semuanya alami, tanpa campuran bahan kimia apapun," katanya.

Dalam hal ini, kata dia, kandungan lem tepung tapioka dalam briket tersebut hanya tiga persen.

Ia mengatakan, adonan limbah arang tempurung dan lem tepung tapiokan tersebut selanjutnya dicetak.

"Cetakannya ada yang berbentuk biji jengkol dan ada pula yang heksagonal," katanya.

Menurut dia, dari satu ton limbah arang tempurung kelapa dapat menghasilkan sekitar 1,5 ton briket basah dan setelah dikeringkan menjadi satu ton briket.

Ia mengatakan, kapasitas produksi untuk mesin cetak yang berbentuk biji jengkol dapat dimaksimalkan hingga lima ton per hari, sedangkan heksagonal bisa mencapai tiga ton per hari.

"Namun untuk saat ini rata-rata hanya dua ton per hari," katanya.

Sementara mengenai proses pengeringan briket, dia mengatakan, hal itu membutuhkan waktu maksimal empat hari untuk bentuk biji jengkol dan lima hari untuk bentuk heksagonal.

Akan tetapi jika cuaca kurang mendukung, kata dia, proses pengeringan menggunakan oven dan membutuhkan waktu hingga dua hari.


Usulkan Kalpataru

Terkait upaya yang dikembangkan Endeng Kusnanto, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Cilacap akan mengusulkan warga Desa Panulisan Timur ini untuk memperoleh penghargaan Kalpataru.

"Kami berencana mengusulkan Pak Endeng untuk memperoleh Kalpataru," kata Kepala Bidang Produksi Dishutbun Kabupaten Cilacap, T Setyo Effendhy.

Menurut dia, Endeng Kusnanto layak mendapatkan penghargaan Kalpataru karena usaha yang digeluti warga Desa Panulisan Timur ini berwawasan penyelamatan lingkungan.

Dalam hal ini, kata dia, usaha Endeng Kusnanto berawal dari mengumpulkan tempurung kelapa yang sering kali mengotori lingkungan untuk dijadikan arang kelapa dan selanjutnya dibuat menjadi briket.

Ia mengatakan, abu dari hasil pembakaran briket ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman.

Selain itu, lanjutnya, pemanfaatan briket arang tempurung kelapa ini juga dapat mengurangi penggunaan kayu bakar yang sering kali diperoleh melalui pembalakan liar.

"Jadi, apa yang dilakukan Pak Endeng merupakan salah satu upaya penyelematan lingkungan yang ditujukan untuk mengurangi pemanfaatan kayu bakar. Selain itu, briket arang tempurung kelapa ini juga ramah lingkungan karena terbuat dari bahan alami, tidak menimbulkan polusi, dan abunya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk," katanya. (http://www.antarajateng.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar